Kamis, 13 Desember 2012

teori perkembangan pra sekolah dan fase sekolah



Teori Perkembangan pada Masa Pra-Sekolah dan Fase Sekolah
Perkembangan adalah perubahan kearah kemajuan menuju terwujudnya hakikat manusia yang bermartabat dan berkualitas. Perkembangan memiliki sifat yang kompleks yakni terdiri dari berbagai aspek baik fisik (jasmani) maupun psikis (psikologis), yang terjadi dalam beberapa tahap (berkesinambungan).
Perkembangan individu memiliki beberapa prinsip yang diantaranya yaitu never ending process ( perkembangan yang berkelanjutan), semua aspek perkembangan saling bersinergi baik pada aspek emosional, aspek agama, aspek sosial, dan aspek-aspek lainnya. Perkembangan juga mengikuti pola atau arah tertentu kerena dalam perkembangan individu dapat terjadi perubahan prilaku.
Perkembangan adalah proses yang tidak akan berhenti dan setiap perkembangan memiliki tahapan-tahapan umum seperti tahap dikenangkan, tahap kandungan, tahap bayi, tahap anak-anak, tahap remaja, tahap dewasa, serta tahap lansia.
Sesuai dengan prinsipnya, Perkembangan berlangsung secara berkesinambungan sejak saat pembuahan hingga kematian, tetapi ia terjadi dalam berbagai kecepatan, terkadang cepat dan kadang-kadang secara perlahan. Piechowski telah menekankan bahwa,” perkembangan tidak terjadi dengan kecepatan yang sama”
Dalam pembahasan psikologi perkembangan ini, penulis menyodorkan bahasan yang dikhususkan pada fokus pembahasan perkembangan masa bayi dan masa anak-anak (pra-sekolah dan fase sekolah) . Dengan bahasan yang sangat sederhana ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kita serta dapat mengenal pembelajaran psikologi  perkembangan lebih mendalam.
1. FASE BAYI DAN ASPEK PERKEMBANGANYA
Masa orok merupakan masa parkembangan terpendek dalam kehidupan manusia. Dimulai sejak lahir sampai usia dua minggu. Masa orok umumnya dibagi dalam dua masa, yakni masa pertunate yang berlangsung selama 15-20 menit pertama sejak lahir sampai tali pusatnya digunting, dan masa neonate, yaitu sejak pengguntingan sampai watu dua minggu.
Masa bayi dimulai sejak berakhirnya masa orok sampai akhir tahun kedua dari kehidupannya (usia 2 minggu-2 tahun). Periode bayi telah dikenal semua orang sebagai suatu masa yang khusus dan diberi nama khusus pula untuk membedakannya dari tahap kehidupan selanjutnya. Prilaku dan kemampuan bayi sangat berbeda dari prilaku anak yang lebih besar.
Masa bayi ini sudah memiliki beberapa aspek perkembangan umum yang diantaranya adalah;
1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik bayi mempunyai karakteristik seperti berikut;
  1. Pada tahun pertama pertumbuhan fisik sangat cepat sedangkan pada tahun kedua sudah mulai mengendur.
  2. Pola perkembangan bayi laki-laki dan bayi perempuan sama.
  3. Tinggi badan secara proporsional lebih lambat dari pertumbuhan berat badan pada tahun pertama dan lebih cepat pada tahun kedua.
  4. Pertumbuhan otak tampak dengan bertambah besarnya ukuran tengkorak kepala.
  5. Organ keindraan berkembang dengan cepat selama masa bayi dan sanggup berfungsi dengan memuaskan sejak bulan-bulan pertama dari kehidupan. Alat indra lainnya yang juga berkembang adalah  pendengaran dan penciuman.
  6. Fungsi-fungsi fisiologis. Masa bayi merupakan masa dasar pembinaan pola-pola seperti makan, tidur, dan buang air harus terbentuk.
  7. Perkembangan penguasaan otot-otot. Perkembangan penguasaan otot-otot mengikti pola yang jelas dan dapat diduga yang ditentukan oleh hukum arah perkembangan. Menurut hukum ini, penguasaan atau pengendalian otot-otot bergerak melalui tubuh dari arah kepala munuju kaki.[2]

2. Perkembangan Intelegensi
Sejak tahun pertama dari usia bayi, fungsi intelegensi sudah mulai tampak dalam bertingkah lakunya, umpamanya dalam bertingkah laku motorik dan berbicara. Anak yang cerdas menunjukan gerakan-gerakan lancar, serasi, dan berkoordinasi dan cepat dalam perkembangan bahasanya. Sedangkan anak yang kurang cerdas, gerakan-gerakannya kaku, dan kurang terkoordinasi.
Dilihat dari perkembangan kognitifnya, menurut Piaget, usia bayi (tahun pertama) ini berada pada periode sensorimotor. Bayi mengenal objek-objek yang berada disekelilingnya melalui system pengindraan (penglihatan dan pendengaran dan indra lainnya) serta gerakan motoriknya (refleks, seperti mengenyot dan menggerakkan kepala ke arah rangsangan). Meskipun ketika baru dilahirkan seorang bayi sangat bergantung dan tidak berdaya, tetapi sebagian alat-alat indranya sudah langsung bisa berfungsi seperti mengenyot dan menghisap susu ibu.
3. Perkembangan Emosi
Pada usia 0-8 minggu kehidupan bayi sangat dikuasai oleh emosi (impulsif) dan emosinya  sangat bertalian dengan indrawinya (fisik) dengan kualitas perasaan; senang dan tidak senang. Misalnya bayi senyum atar tidur pulas kalau merasa kenyang, hangat, dan nyaman. Dan dia menangis kalau lapar, haus, dingin atau sakit.
Pada usia 8 minggu hingga 1 tahun, perasaan psikis sudah mulai berkembang. Anak tersenyum (senang) jika melihat mainan yang didapatinya, atau melihat orang yang telah dikenalnya.  Dan sebaliknya ia akan tidak senang jika melihat orang yang tidak dikenalnya atau menangis. Pada fase ini terjadi penguraian yaitu dari perasaan senang dan tidak senang jasmaniah menjadi perasaan-perasaan marah, jengkel, terkejut, dan takut.
Pada usia 1,0 tahun-3,0 tahun gejala-gejala perkembangan emosi bayi adalah sebagai berikut; 1. Emosinya sudah mulai terarah pada sesuatu (orang, benda, dan lainnya),  2. sejajar dengan perkembangan bahasa yang sudah dimulai pada usia 2 tahun maka ia sudah dapat menyatakan perasaannya dengan bahasa. 3. sifat-sifat perasaan anak pada masa ini adalah labil (mudah berubah) terkadang menangis tetepi segera tertawa dan mudah terpengaruhi.[3]
4. Perkembangan Bahasa
Ada tiga bentuk pra-bahasa yang normal muncul dalam pola perkembangan bahasa, yakni menangis, mengoceh dan isyarat. Menangis adalah lebih penting karena merupakan dasar bagi perkembangan bahasa pada bayi. Isyarat dipakai bayi sebagai pengganti bahasa sedangkan pada orang dewasa isyarat sebagai pelengkap bahasa. Oleh karena bahasa dipelajari melalui proses meniru maka bayi perlu memperolah model atau contoh yang baik supaya dapat meniru kata-kata yang baik.
Bahasa bayi mengalami perkembangan dalam beberapa tahap seiring dengan berkembangnya intelegensinya, secara umum tahap-tahap bahasa itu antara lain; tahap permulaan, Stadium Purwoko (6-12 bulan) atau masa meraban yakni tahap mengeluarkan bermacam-macam suara yang tidak berarti, misalnya ba-ba, ma-ma.dsb. selanjutnya adalah tahap pertama Stadium Kalimat Satu Kata (12-16 bulan), pada masa ini anak sudah dapat mengucapkan mama, papa, mamam, dsb yang merupakan sebuah kalimat tetapi tidak lengkap atau single word sentence.
Selanjutnya adalah tahap Kedua Stadium Nama (16-24 bulan), yang mana anak sudah mulai timbul kesadaran bahwa setiap orang atau benda mempunyai nama sehingga disebut Stadium Nama.
5. Perkembangan Bermain
Bermain atau setiap kegiatan yang menimbulkan kesenangan, dimulai dalam bentuk sederhana pada masa bayi. Bermain pada masa ini terutama terdiri dari gejala-gejala gerakan motorik yang tidak menentu dan perangsangan organ-organ keindraan. Permainan pada masa bayi bersifat bebas dan spontan yang ditandai dengan tidak adanya aturan-aturan dan lebih bersifat sendiri daripada dengan orang lain.
Piaget menjelaskan bahwa,” bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional”.[4] Pada masa bayi mencapai usia tiga bulan, umumnya penguasaan tangan telah sedemikian berkembang dan telah memungkinkan si bayi untuk bermain dengan boneka atau mainan lainnya. Pada usia dua tahun selanjutnya permainan sudah mulai teratur dan boneka atau mobil-mobilan dipakai untuk berbagai macam permainan. Cirri khas nya pada masa ini adalah permainannya banyak melibatkan berjalan, melempar mainan dan memungutnya kembali.
6. Perkembangan Kepribadian
Pada masa ini masih berkembang sikap egosentris (keAkuan). Ini berarti bahwa anak memandang segala sesuatu dilihat dari sudut pandang sendiri, dan di tujukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tidak menghiraukan kepentingan orang lain. Ia adalah raja (ratu) yang kebutuhannya harus terpenuhi. Sikap egosentris ini mempengaruhi sikap sosialnya, seperti, orang sekitarnya harus melayaninya, permintaannya harus dipenuhi.
Sikap-sikap yang tampaknya tidak baik ini merupakan pilaku wajar atau normal bagi perkembangan usia bayi karena masa ini masih sangat rentan dikuasai oleh nalurinya (bersifat inpulsif), dan kemampuan berpikirnya belum cukup berkembang.  Tugas perkembangan  pokok bagi bayi adalah memperoleh atau mengembangkan sikap percaya dan mengatasi atau menghindari diri dari sikat tidak percaya tersebut. Ketercapaian  sikap tersebut amat  dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar. Lingkungan  pertama bagi anak adalah orang tuanya, terutama ibunya. Jika seorang bayi diberi perhatian, pemeliharaan, pemberian kasih sayang yang cukup seperti senyuman, belaian, maka cenderung anak akan mengembangkan sikap positif terhadap ibunya dan lingkungannya. Sikap ini menjadi dasar perkembangan kepribadian anak secara normal.
7. Perkembangan Moral
Seorang anak yang dilahirkan belum memiliki tentang apa yang baik atau tidak baik. Pada masa ini tingkah laku anak (bayi) hampir semuanya didominasi oleh dorongan naluriah belaka (impulsive). Oleh karena itu, tingkah laku anak belum bisa dinilai sebagai tingkah laku bermoral atau tidak bermoral. Pada masa ini anak cenderung mengulangi perbuatan yang menyenangkan, dan tidak mengulangi perbuatan yang tidak menyenangkan.
Dengan melihat kecenderungan prilaku anak tersebut maka untuk menanamkan konsep-konsep moral pada anak, ada baiknya dilakukan beberapa hal seperti memberi pujian, ganjaran, atau dicim, dipeluk, dan diberi kata-kata pujian apabila ia melakukan sesuatu yang baik. Sehingga menjadi faktor penguat agar tindakan baiknya dapat dilakukan kembali. Dan sebaliknya, memberi ia hukuman atau memberikan sesuatu yang mendatangkan perasaan yang tidak senang agar ia tidak mengulangi perbuatan itu lagi.
Jika perlakuan pada anak dilakukan secara teratur maka akan tertanam pada diri anak tentang pengertian atau konsep moral. Anak akan mengerti bahwa suatu perbuatan yang mendapat pujian adalah baik dan perbuatan yang mendapat hukuman adalah dilarang.
8. Perkembangan Kesadaran Beragama
Menurut Arnold Gessel, anak pada usia bayi sudah mempunyai perasaan ketuhanan.[5] Perasaan ini sangat memegang peranan penting dalam diri pribadi anak. Perasaan ketuhanan pada masa ini adalah fundamen bagi perkembangan perasaan ketuhanan pada periode selanjutnya. Seiring dengan perkembangan kognisi, emosi, dan bahasa anak maka untuk membantu perkembangan kesadaran beragamanya, orang tua sebagai lingkungan pertama seyogyanya melakukan hal-hal seperti, mengenalkan konsep-konsep atau nilai-nilai agama kepada anak melalui bahasa seperti membacakan bismillaahirrahmaanirrahim pada saat memulai memberi makan atau mandi dan membacakan alhamdulillahirabbil’alamin  sesudahnya. Dan pada saat tidurnya hendaknya membiasakan mengucapkan kalimah-kalimah toyyibah (zikir).
Memperlakukan anak dengan kasih sayang karena pada usia ini belum berkembang pemahaman kasih sayang Tuhan. Melalui kasih sayang orang tua nya ia akan percaya pada apa yang disampaikan kepadanya dan ia akan yakin bahwa agama itu sesuatu yang menyenangkan. Kemudian memberikan contoh dalam mengerjakan ajaran agama secara baik dan kontinuitas seperti mengajak sholat berjama’ah berdo’a dan sebagainya.
 2. FASE ANAK-ANAK DAN ASPEK PERKEMBANGANNYA
                  Periode anak-anak dimulai  pada usia 2 tahun sampai usia remaja. Pada umumnya periode ini terdiri atas dua bagian; masa kanak-kanak dini (2-6 tahun) yang dikenal sebagai usia pra-sekolah, dan masa akhir kanak-kanak (6-13 tahun pada anak perempuan dan 14 tahun pada anak laki-laki).[6]
  1. Masa Kanak-Kanak Dini (usia pra-sekolah)
                  Masa kanak-kanak dini atau anak usia pra-sekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai perempuan atau laki-laki, dapat mengatur diriya sendiri dan mengenal bebrapa hal yang dianggap berbahaya. Secara umum, aspek-aspek perkembangan pada usia anak pra sekolah ini dapat diuraikan sebagai berikut;
1. Perkembangan fisik
                  Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Seiring meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut berat badan dan tinggi, maupun tenaganya, memungkinkan anak untuk lebih mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi terhadap lingkungan tanpa bantuan orang tua. Pada usia ini banyak perubahan fisiologis seperti pernapasan yang menjadi lebih lambat dan dalam serta denyut jantung lebih lama dan menetap.
Proporsi tubuh juga berubah secara dramatis seperti pada usia 3 tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm dan beratnya sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia 5 tahun tingginya dapat mencapai 100-110 cm. Tulang  kakinya tumbuh dengan cepat dan tulang-tulang semakin besar dan kuat, pertumbuhan gigi semakin komplit. Untuk perkembangan fisik anak sangat diperlukan gizi yang cukup seperti protein, vitamin, dan mineral dsb.
2. Perkembangan Intelektual
                  Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Periode ini juga ditandai dengan berkembangnya representasional atau symbolic function yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mempresentasikan sesuatu yang lain menggunakan simbol-simbol seperti bahasa, gambar, isyarat, benda, untuk melambangkan sesuatu atau peristiwa.
Melalui kemampuan diatas, anak mampu berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal. Ia dapat menggunakan kata-kata, benda untuk mengungkapkan lainnya atau suatu peristiwa.
3. Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya (dirinya) berbeda dengan Aku (orang lain atau benda). Kesadaran ini diperoleh dari pengalaman bahwa tidak semua keinginannya dapat dipenuhi orang lain. Bersamaan dengan itu berkembang pula perasaan harga diri. Jika lingkungannya tidak mengakui harga dirinya seperti memperlakukan anak dengan keras, atau kurang menyayanginya maka dalam diri anak akan berkembang sikap-sikap keras kepala, menentang, atau menyerah dengan terpaksa.
Beberapa emosi umum yang berkembang pada masa anak yaitu, takut (perasaan terancam), cemas (takut karena khayalan), marah (perasaan kecewa), cemburu (merasa tersisihkan), kegembiraan (kebutuhan terpenuhi), kasih sayang (menyenangi lingkungan), phobi (takut yang abnormal), ingin tahu (ingin mengenal).
4. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak pra-sekolah, dapat diklasifikasikan kedalam dua tahap (sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya). Masa Ketiga (2,0-2,6 tahun) bercirikan;
a)      anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
b)      anak sudah mampu memahami memahami tetang perbandingan.
c)      Anak banyak menanyakan tempat dan nama; apa, dimana, darimana, dsb.
d)     Anak sudah mulai menggunakan kata-kata berawalan dan berakhiran.[7]

Tahap Keempat (2,6-6,0 tahun) bercirikan;
a)      Anak sudah menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya.
b)      Tingkat berpikir anak sudah lebih maju
c)      Anak banyak bertanya tentang waktu, sebab akibat melalui pertanyaan kapan, mengapa, bagaimana, dsb.
5. Perkembangan Sosial
Pada usia anak pra-sekolah (terutama mulai usia 4 tahun), perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah;
a)      Anak mulai mengetahui aturan-aturan (lingkungan keluarga/lingkungan bermain).
b)      Sedikit-sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan.
c)      Anak makin menyadari akan kepentingan diri dan kepentingan orang lain.
d)     Anak sudah bisa bersosialisasi (bermain) dengan anak-anak yang lain (peer group)
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosio-psikologis keluarga. Anak akan mampu menyesuaikan diri dengan keharmonisan, kerjasama dan berkomunikasi serta konsisten pada aturan bila lingkungan keluarga bersuasana kondusif.
6. Perkembangan Bermain
Usia anak pra-sekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya diisi dengan kegiatan bermain. Terdapat beberapa macam permainan anak seperti;
a)      Permainan fungsi (permainan gerak),ex: meloncat-loncat, berlarian dsb.
b)      Permainan fiksi, ex: kuda-kudaan, perang-perangan dsb
c)      Permainan reseptif atau apresiatif, ex: mendengar cerita, dongeng dsb
d)     Permainan konstruksi, ex: membuat kue dari tanah, membuat rumah-rumahan dsb
e)      Permainan prestasi, ex: sepak bola, basket, dsb.
Secara psikologis dan pedagogis, bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga bagi anak, diantaranya;
a)      Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga dsb
b)      Anak dapat mengembangkan rasa percaya diri, tanggung jawab.
c)      Anak dapat berimajinasi secara luas dan berkreatifitas.
d)     Anak dapat mengenal aturan bermain
e)      Anak dapat memahami bahwa dirinya dan orang lain sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan.
f)       Anak dapat mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa atau toleransi.
7. Perkembangan Kepribadian
Masa anak-anak awal ini lazim disebut masa Trotzalter atau periode perlawanan atau masa krisis pertama. Krisis ini terjadi karena ada perubahan yang signifikan dalam dirinya, yaitu dia mulai sadar akan Aku-nya, dia menyadari bahwa dirinya terpisah dari lingungannya atau orang lain, dia suka menyebut nama dirinya apabila bericara dengan orang lain. Dengan kesadaran ini anak menemukan bahwa ada dua pihak yang berhadapan yaiu Aku-nya dan orang lain (orang tua, saudara, teman). Dia sadar bahwa tidak semua keinginannya akan dipenuhi orang lain atau diperhatikan kepentingannya.
Pertentangan didalam diri anak ini dapat menyebabkan ketegangan sehingga tidak jarang anak meresponsnya dengan sikap membandel atau keras kepala. Bagi usia anak, sikap membandel ini merupakan suatu kewajaran, karena perkembangan pribadi mereka sedang bergerak dari sikap dependen (membutuhkan perawatan) ke independent (bebas). Oleh karena itu agar tida berkembang sikap membandel anak yang kurang terkontrol orang tua harus menghadapinya secara bijaksana dan penuh kasih sayang.
8. Perkembangan Moral
                  Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara, dan teman  sebaya) melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Melalui proses berinteraksi ini anak belajar memahami tentang kegiatan atau prilaku yang baik, buruk, dilarang, disetujui, dsb. Maka berdasarkan pemahaman iti, anak harus senantiasa dilatih dan dibiasakan bagaimana seharusnya bertingkah laku yang baik.
Pada saat mengenalkan konsep-konsep baik buruk, benar salah, orang tua hendaknya memberikan penjelasan tentang alasannya, seperti; mengapa harus gosok gigi sebelum tidur, mengapa harus mencuci tangan sebelum makan, mengapa tidak boleh membuang sampah sembarangan. Hal ini diharapkan akan mengembangkan self-control  atau self discipline (kemampuan mengendalikan diri) pada anak. Pada usia pra-sekolah berkembang kesadaran sosial anak yang meliputi sikap simpati  atau sikap kepedulian terhadap sesama.


9. Perkembangan Kesadaran Beragama
                  Secara umum, kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut ;
a)      Sikap keagamaannya masih bersifat reseptif (menerima) meski banyak bertanya.
b)      Pandangan keTuhanannya bersifat anthropormorph (dipersonifikasikan).
c)      Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meski telah ikut berpartisipasi dalam beribadah.
d)      Hal keTuhanan dipandang secara khayalan sesuai taraf berpikirnya.
Pengetahuan anak tentang agama akan terus berkembang ketika mendengarkan ucapan-ucapan orang tuanya, melihat sikap dan prilaku orang tuanya saat beribadah, serta pengalaman dalam mengikuti ibadah dan meniru ucapan orang tuanya.
B. Masa Anak Sekolah ( usia sekolah dasar)
1. Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun), anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menurut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitifnya (membaca, menulis, menghitung). Pada masa pra-sekolah pola pikirnya masih bersifat imajinatif (khayalan), sedangkan pada masa sekolah dasar daya pikirnya sudah merujuk kepada hal-hal yang bersifat kongkrit dan rasional. Piaget menamakannya sebagai masa operasi kongkrit, masa berakhirnya berpikir khayal dan mulai berpikir nyata.
Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru yakni; mengklasifikasikan, menghubungkan angka-angka. Kemampuan menghitung, menambah, mengurangi. Kemampuan selanjutnya anak sudah bisa memecahkan masalah yang sederhana.
Kemampuan intelektual anak pada masa ini sudah cukup untuk menjadikan dasar diberi berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan daya pikir dan daya nalarnya seperti, membaca, menulis, dan berhitung seta diberi pengetahuan tentang manusia, hewan, alam serta lingkungan.
2. Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana komunikasi dengan orang lain. Usia sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal, dan menguasai vocabulary  atau perbendaharaan kata. Terdapat dua faktor yang memengaruhi perkembangan bahasa yaitu;
a)      Proses jadi matang, dengan kata lain anak itu menjadi matang (organ suara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
b)      Proses belajar, yang berarti anak telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan yang didengarnya.
Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada usia anak memasuki usia sekolah dasar, sudah sampai pada tingkat dapat membuat kalimat yang lebih sempurna, dapat membuat kalimat majemuk dan dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan. Disekolah sengaja diberi pelajaran bahasa untuk menambah menambah perbendaharaan katanya serta mengajar menyusun struktur kalimat, pribahasa, kesusastraan dan keterampilan mengarang. Hal ini dilakukan diharapkan pesrta didik dapat menguasai dan mempergunakan bahasanya dengan baik.
3. Perkembangan Sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan interaksi sosial. Dapat dikatakan sebagai proses belajar penyesuaian diri terhadap norma-norma kelompok, tradisi dan moral. Perkembangan sosial anak sekolah dasar ini ditandai dengan adanya perluasan hubungan, baik hubungan keluarga, teman sebaya, atau lingkungan sekolah. Pada fase ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap kooperatif (kerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak merasa senang jika ia diterima dalam suatu kelompok dan merasa tidak senang jika ia ditolak dalam kelompoknya.
Berkat perkembangan sosialnya ini anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun lingkungan sekitarnya. Dalam proses belajar disekolah, kematangan perkembangan sosialnya ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tigas kelompok baik secara fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran.
4. Perkembangan Emosi
Menginjak usia anak sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima dimasyarakat. Oleh karena itu ia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol emosinya. Kemampuan control ini diperoleh melalui peniruan dan latihan-latihan (pembiasaan). Apa bila anak dikembangkan dalam lingkungan yang suasananya stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil dan sebaliknya.
Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan (senang, nikmat, bahagia). Emosi merupakan faktor dominan yang memengaruhi tingkah laku, dalam hal ini tingkah laku belajar. Emosi yang positif, akan memengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca, berdiskusi dsb. Dan sebaliknya, apabila yang menyertai proses itu emosi yang negatif, maka proses belajar akan terganggu dalam arti individu tidak bisa memustkan perhatiannya untuk belajar.[8]

5. Perkembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar dan salah) pertama kali dari lingkungan keluarga. Usaha menanamkan konsep moral sejak dini adalah keharusan karena informasi yang diterima anak mengenai benar salah, baik buruk, akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya dihari kemudian. Pada usia sekolah dasar ini anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntunan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan.
Dismping itu anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk prilaku dengan konsep benar salah. Misalnya ia memandang bahwa perbuatan nakal atau dusta dan tidak hormat pada orang tua adalah perbuatan yang salah. Sedagkan perbuatan jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu yang benar.
6. Perkembangan Motorik
Seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhannya. Pada fase ini ditandai dengan kelebihan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis, menggambar, melukis, mengetik, berenang dsb.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik di bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena itu perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar pserta didik. Pada usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya dicapai, karena mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan.
7. Perkembangan Keagamaan
                  Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaannya ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut;
  1. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian
  2. Pandangan keagamaannya diperoleh secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika pada indikator alam semesta sebagai ciptaan Tuhan.
  3. Penghayatan secara rohaniah mulai mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterimanya sebagai keharusan moral.

Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan dengan hal tersebut, pendidikan agama disekolah dasar  mempunyai peranan penting. Oleh karena itu pendidikan agama di sekolah dasar harus menjadi perhatian semua pihak. Senada dengan paparan tersebut Zakiah Darajat mengemukakan bahwa pendidikan agama di sekolah dasar merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif terhadap agama dan membentuk pribadi dan akhlak anak 
KESIMPULAN
                  Ada berbagai kebutuhan anak yang perlu diperhatikan oleh setiap orang tua. Masing-masing kebutuhan tersebut berbeda sejalan dengan pertumbuhan anak sejak bayi sampai dewasa. Dengan demikian, orang tua harus memahami ciri-ciri dari setiap fase pertumbuhan anak agar dapat memperlakukannya sesuai dengan kebutuhan mereka.
Secara ringkas akan disimpulkan ciri-ciri dari masing-masing usia pertumbuhan anak;
  1. Masa Bayi
Sikap orang tua pada saat anak dalam kandungan ikut mempengaruhi jiwa anak. Demikian pula kesehatan ibu saat hamil mempengaruhi  sikapnya terhadap bayi yang akan lahir itu. Andaikata ibu memiliki sifat yang buruk maka ia tidak akan memberikan perhatian yang baik pada anaknya. Sikap tersebut menyebabkan si bayi tidak mendapat kasih sayang. Sehingga bibit kepribadiannya kekurangan satu unsur penting dalam pertumbuhannya.
  1. Masa Kanak- Kanak
Masa ini berkisar antara 2-6 tahun. Pada masa ini anak sangat sensitif, ia dapat merasakan apa yang terkandung dalam hati bapak ibunya. Ia sangat membutuhkan kasih sayang ibunya yang sungguh-sungguh. Ia suka meniru dan melakukan apa yang terlihat. Ia ingin meniru ibunya menyapu, menggendong atau yang lainnya. Jika ia laki-laki ia suka meniru apa yang dilakukan oleh ayahnya.
Lingkungan anak pada usia ini lebih meluas meski masih terpusat pada orang tuanya. Andaikan adiknya lahir maka ia merasa terabaikan sehingga ia akan melakukan hal-hal yang dapat merebut perhatian orang tuanya baik dengan menggangu adiknya jika ibu tidak menjaga perasaannya. Anak akan rewel atau menangis, dan sering melakukan tindakan negatif. Penderitaan batin si anak akan membawa pengaruh dalam hidupnya.
  1. Anak-Anak Masa Sekolah
Pengalaman pertama yang sangat berat bagi si anak adalah mulai belajar berdisiplin di sekolah dan harus patuh peraturan. Bagi anak yang senantiasa mendapat perhatian lebih dirumah maka pengalaman sekolah bukan hal yang menyenangkan. Apalagi guru yang tidak memberikan perhatian peralihan maka akan mempengaruhi sikap si anak seterusnya terhadap sekolah. Orang tua juga hendaknya memberikan dorongan moril kepada anak untuk bersekolah dan belajar. Hal itu akan menambahkan sesuatu dalam pertumbuhannya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar