TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF VYGOTSKY
PENGANTAR
Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang
dalam suatu situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky (1896-1934), seorang
psikolog berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak ini
lebih dari setengah abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang
makin besar ketika memasuki akhir abad ke-20.
Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama
1920-an dan 1930-an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat pada
tahun 1960-an. Sejak saat itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat
berpengaruh. Vygotsky adalah pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan Piaget
bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya
berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan
Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran
realitas batinnya sendiri.
Pendekatan konstruktivisme pada pendidikan berusaha merubah
pendidikan dari dominasi guru menjadi pemusatan pada siswa. Peranan guru adalah
membantu siswa mengembangkan pengertian baru. Siswa diajarkan bagaimana
mengasimilasi pengalamn, pengetahuan, dan pengertiannya dan apakah mereka siap
untuk tahu dari pembentukan pengertian baru ini. Pada bagian ini, kita melihat
permulaan aliran konstruktivisme, peranan pengalaman siswa dalam belajar dan
bagaiman dapat mengasimilasi pengertiannya.
Konstruktivisme adalah suatu teori belajar yang mempunyai suatu
pedoman dalam filosofi dan antropologi sebaik psikologi. Pedoman filosofi pada
teori ni ditemukan pada abad ke-5 sebelum masehi. Ketika Socrates memajukan
pemikiran dari level sophist oleh metode perkembangan sistematis yang ditemukan
melalui gabungan antara pertanyaan dan alasan logika. Metode baru ini yang
mengkontribusi secara besar-besaran untuk memajukan aspek pemecahan masalah
aliran konstruktivisme.
Penyelidikan atau pengalaman fisik, pengalaman pendidikan adalah
kunci metode konstruktivisme. Selama abad ke-18 dan ke-17, filosof Inggris ”
Frances Bacon” memberikan ilmu metode untuk menyelidiki lingkungan.
Pendukung konstruktivisme percaya bahwa pengalaman melalui
lingkungan, kita akan mengikat informasi yang kita peroleh dari pengalaman ini
ke dalam pengertian sebelumnya, membentuk pengertian baru. Dengan kata lain,
pada proses belajar masing-masing pelajar harus mengkreasikan pengetahuannya.
Pada konstruktivis, kegiatan mengajar adalah proses membantu pelajar-pelajar
mengkreasikan pengetahuannya. Konstruktivisme percaya bahwa pengetahuan tidak
hanya kegiatan penemuan yang memungkinkan untuk dimengerti, tetapi pengetahuan
merupakan cara suatu informasi baru berinteraksi dengan pengertian sebelumnya
dari pelajar.
Para konstruktivisme menekankan peranan motivasi guru untuk
membantu siswa belajar mencintai pelajaran. Tidak seprti behaviorist, yang
menggunakan sangsi berupa reward, sedangkan konstruktivisme percaya bahwa
motivasi internal, seperti kesenangan pada pelajaran lebih kuat daripada reward
eksternal.
Konstruktivisme yang mempunyai pengaruh
besar pada tahun 1930 yang bekerja sebagai ahli Psikologi Rusia adalah L.S.
Vygotsky, yang sangat tertarik pada efek interaksi siswa dengan teman sekelas
pada pelajaran. Jaramillo (1996) menjelaskan, Vygotsky mencatat bahwa interaksi
individu dengan orang lain berlangsung pada situasi sosial. Vygotsky percaya
bahwa subyek yang dipelajari berpengaruh pada proses belajar, dan mengakui
bahwa tiap-tiap disiplin ilmu mempunyai metode pembelajaran tersendiri.
BIOGRAFI SINGKAT
Lev Semyonovich Vygotsky lahir pada tahun 1896 di Tsarist
Russia, di suatu kota Orscha, Belorussia dari keluarga kelas menengah Keturunan
Yahudi. Dia tumbuh dan besar di Gomel, suatu kota sekitar 400 mil bagian barat
Moscow. Sewaktu dia masih muda, dia tertarik pada studi-studi kesusastraan dan
analisis sastra, dan menjadi seorang penyair dan Filosof.
Memasuki usia 18 tahun, dia menulis suatu ulasan tentang
Shakespeare's Hamlet yang kemudian dimasukkan dalam satu dari berbagai
tulisannya mengenai psikologi. Dia memasuki sekolah kedokteran di Universitas
Moscow dan dalam waktu yang tidak lama kemudian dia pindah ke sekolah hukum
sambil mengambil studi kesusastraan pada salah satu universitas swasta. Dia
menjadi tertarik pada psikologi pada umur 28 tahun.
Vygotsky mengajar kesusatraan di suatu sekolah Propinsi sebelum
memberi kuliah psikologi pada suatu sekolah keguruan. Dia dipercaya membawakan
kuliah psikologi walaupun secara formal tidak pernah mengambil studi psikologi.
Dari sinilah dia semakin tertarik dengan kajian psikologi sehingga menulis
disertasi Ph.D. mengenai ”Psychology of Art” di Moscow Institute of Psychology
pada tahun 1925.
Vygotsky bekerja kolaboratif bersama Alexander Luria and Alexei
Leontiev dalam membuat dan menyusun proposal penelitian yang sekarang ini
dikenal dengan pendekatan Vygotsky. Selama hidupnya Vygotsky mendapat tekanan
yang begitu besar dari pemegang kekuasaan dan para penganut idelogi politik di
Rusia untuk mengadaptasi dan mengembangkan teorinya.
Setelah dia meninggal pada usia yang masih dibilang sangat muda (38
tahun), pada tahun 1934 akibat menderita penyakit tuberculosis (TBC), barulah
seluruh ide dan teorinya diterima oleh pemerintah dan tetap dianut dan
dipelajari oleh mahasiswanya.
Kepeloporannya dalam meletakkan dasar tentang psikologi
perkembangan telah banyak mempengaruhi sekolah pendidikan di Rusia yang
kemudian teorinya berkembang dan dikenal luas di seluruh dunia hingga saat ini.
PERCOBAAN TEORI
Kritikus yang pertama dan terbaik atas Piaget adalah Vygotsky,
ahli pendidikan Uni Sovyet itu, yang di masa-masa 1924-34 mengerjakan satu
alternatif yang konsisten dengan ide-ide Piaget. Tragisnya, ide-ide Vygotsky
baru diterbitkan di Uni Sovyet setelah kematian Stalin, dan baru dikenal di
Barat di tahun 1950-an dan 60-an, ketika ide-ide ini mempengaruhi banyak orang,
seperti Jerome Bruner. Pada masa ini, ide-ide itu telah diterima luas di
kalangan ahli pendidikan.
Vygotsky melangkah jauh mendahului rekan-rekan sejawatnya ketika
ia menerangkan peranan penting dari bahasa tubuh dalam perkembangan bahasa. Ide
ini telah dihidupkan kembali baru-baru ini oleh para psikolinguis yang
mengungkap asal-usul bahasa. Bruner dan lain-lain telah menunjuk pada dampak
luar biasa yang dibuat oleh bahasa tubuh terhadap perkembangan bahasa yang
terjadi kemudian pada seorang anak.
Sementara Piaget lebih menekankan pada aspek biologis dari
perkembangan seorang anak, Vigotsky lebih berkonsentrasi pada kebudayaan,
seperti yang dilakukan pula oleh orang-orang semacam Bruner. Satu bagian
penting dalam kebudayaan dimainkan oleh peralatan, apakah dalam bentuk tongkat
dan batu pada hominid awal, atau pensil, penghapus dan buku yang dimiliki
anak-anak modern.
Penelitian mutakhir telah menunjukkan bahwa bayi lebih banyak
memiliki kemampuan pada usia-usia awal ketimbang anggapan Piaget. Idenya
tentang bayi yang masih sangat muda kelihatannya telah terbantahkan, namun
banyak ide-ide lainnya yang tetap sahih. Karena Piaget memiliki latar belakang
ilmu biologi tidaklah mengherankan kalau ia lebih menekankan pada aspek
biologis dari perkembangan anak.
Vygotsky mendekati permasalahan itu dari sudut yang berbeda,
tapi tentu saja masih terdapat persamaan-persamaan di antara mereka. Contohnya,
dalam telaahnya atas tahun-tahun pertama masa kanak-kanak, ia membahas
"pikiran non-linguistik" seperti yang dijelaskan Piaget dalam
uraiannya tentang "aktivitas sensomotorik" seperti penggunaan satu
alat untuk menjangkau mainan yang ada di seberang.
Bersejajaran dengan ini, kita mendapati juga bunyi-bunyian yang
diobrolkan oleh seorang bayi ("omongan bayi"). Ketika dua unsur ini
disatukan, terjadilah perkembangan bahasa yang eksplosif. Untuk tiap pengalaman
baru, si kecil ingin mengetahui nama yang dapat diasosiasikan pada pengalaman
itu. Walaupun Vygotsky mengambil rute yang berbeda, jalurnya telah dirintis
oleh Piaget.
Vygotsky memberikan pandangan berbeda dengan Piaget terutama
pandangannya tentang pentingnya faktor sosial dalam perkembangan anak. Vygotsky
memandang pentingnya bahasa dan orang lain dalam dunia anak-anak. Meskipun
Vygotsky dikenal sebagai tokoh yang memfokuskan kepada perkembangan sosial yang
disebut sebagai sosiokultural, dia tidak mengabaikan individu atau perkembangan
kognitif individu.
Perkembangan bahasa pertama anak tahun kedua di dalam hidupnya
dipercaya sebagai pendorong terjadinya pergeseran dalam perkembangan
kognitifnya. Bahasa memberi anak sebuah alat baru sehingga memberi kesempatan
baru kepada anak untuk melakukan berbagai hal, untuk menata informasi dengan
menggunakan simbol-simbol.
Anak-anak sering terlihat berbicara sendiri dan mengatur dirinya
sendiri ketika ia berbuat sesuatu atau bermain. Ini disebut sebagai private
speech. Ketika anak menjadi semakin besar, bicaranya semakin lirih, dan mulai
membedakan mana kegiatan bicara yang ditujukan ke orang lain dan mana yang ke
dirinya sendiri.
Yang mendasari teori Vygtsky adalah pengamatan bahwa
perkembangan dan pembelajaran terjadi di dalam konteks sosial, yakni di dunia
yang penuh dengan orang yang berinteraksi dengan anak sejak anak itu lahir. Ini
berbeda dengan Piaget yang memandang anak sebagai pembelajar yang aktif di
dunia yang penuh orang. Orang-orang inilah yang sangat berperan dalam membantu
anak belajar dengan menunjukkan benda-benda, dengan berbicara sambil bermain,
dengan membacakan ceritera, dengan mengajukan pertanyaan dan sebagainya. Dengan
kata lain, orang dewasa menjadi perantara bagi anak dan dunia sekitarnya.
Belajar lewat instruksi dan perantara adalah ciri inteligensi
manusia. Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami
lebih banyak hal dibandingkan dengan jika anak hanya belajar sendiri. Konsep
inilah yang disebut Vygotsky sebagai Zone
of Proximal Development (ZPD). ZPD memberi makna baru terhadap
‘kecerdasan’. Kecerdasan tidak diukur dari apa yang dapat dilakukan anak dengan
bantuan yang semestinya. Belajar melakukan sesuatu dan belajar berpikir
terbantu dengan berinteraksi dengan orang dewasa.
Menurut Vygotsky, pertama-tama anak melakukan segala sesuatu
dalam konteks sosial dengan orang lain dan bahasa membantu proses ini dalam banyak
hal. Lambat laun, anak semakin menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada
orang dewasa dan menuju kemandirian bertindak dan berpikir. Pergeseran dari
berpikir dan berbicara nyaring sambil melakukan sesuatu ke tahap berpikir dalam
hati tanpa suara disebut internalisasi.
Menurut Wretsch (dalam Helena, 2004) internalisasi bagi Vygotsky
bukanya transfer, melainkan sebuah transformasi. Maksudnya, mampu berpikir
tentang sesuatu yang secara kualitatif berbeda dengan mampu berbuat sesuatu.
Dalam proses internalisasi, kegiatan interpersonal seperti bercakap-cakap atau
berkegiatan bersama, kemudian menjadi interpersonal, yaitu kegiatan mental yang
dilakukan oleh seorang individu.
Banyak gagasan Vygotsky yang dapat membantu dalam membangun
kerangka berpikir untuk mengajar bahasa asing bagi anak-anak. Untuk membuat
keputusan apa yang bisa dilakukan guru agar mendukung pembelajaran kita dapat
menggunakan gagasan bahwa orang dewasa menjadi perantara. “Lalu … apalagi yang
dapat dipelajari anak-anak?”.
Ini dapat berdampak pada bagaimana menyiapkan pelajaran atau
bagaimana guru harus berbicara dengan siswa setiap saat. ZPD dapat menjadi
pemandu dalam memilih dan menyusun pengalaman pembelajaran bagi siswa untuk
membantu mereka maju dari tahap interpersonal ke intrapersonal. Kita membantu
siswa agar internalisasi terjadi sehingga bahasa baru yang diajarkan menjadi
bagian dari pengetahuan dan keterampilan berbahasa anak.
KONSEP SOSIOKULTURAL
Banyak developmentalis yang bekerja di bidang kebudayaan dan
pembangunan menemukan dirinya sepaham dengan Vygotsky, yang berfokus pada
konteks pembangunan sosial budaya. Teori Vygotsky menawarkan suatu potret
perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari
kegiatan-kegiatan sosial dan budaya.
Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental
seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan
temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat
ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan
bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan
kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang
kesepian.
Piaget memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat penemuan
individual, sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan
anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky,
anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk
memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak
memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan
menyelesaikan masalah.
Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai
”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari
budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan
yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman
dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk
gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan
cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya.
Vygotsky menekankan baik level konteks sosial yang bersifat
institusional maupun level konteks sosial yang bersifat interpersonal. Pada
level institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat
yang berguna bagi aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah,
penemuan seperti komputer, dan melek huruf. Interaksi institusional memberi
kepada anak suatu norma-norma perilaku dan sosial yang luas untuk membimbing
hidupnya.
Level interpersonal memiliki suatu pengaruh yang lebih langsung
pada keberfungsian mental anak. Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan
dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung.
Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan
interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia.
Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di
dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak
menjadi matang.
Lingkungan sosial yang menguntungkan anak adalah orang dewasa
atau anak yang lebih mampu yang dapat member penjelasan tentang segala sesuatu
sesuai dengan nilai kebudayaan. Sebagai contoh, bila anak menunjuk suatu objek,
orang dewasa tidak hanya menjelaskan tentang obyek tersebut, namun juga
bagaimana anak harus berperilaku terhadap objek tersebut (Rita, dkk, 2008:134).
Vygotsky membedakan proses mental menjadi 2, yaitu :
a. Elementary. Masa praverbal, yaitu
selama anak belum menguasai verbal, pada saat itu anak berhubungan dengan
lingkungan menggunakan bahasa tubuh.
b. Higher. Masa setelah anak dapat
berbicara. Pada masa ini, nak akan berhubungan dengan lingkungan secara verbal.
Vygotsky
menggambarkan teorinya sebagai berikut :
|
Batas
kemampuan potensial
Batas kemampuan aktual
The
zone of proximal development
Gambar 1. Ilustrasi Teori Vygotsky
PERKEMBANGAN BAHASA
Para pakar perilaku memandang bahasa sama seperti perilaku
lainnya, misalnya duduk, berjalan, atau berlari. Mereka berpendapat bahwa
bahasa hanya merupakan urutan respons (Skinner,1957) atau sebuah imitasi
(Bandura, 1977). Tetapi banyak diantara kalimat yang kita hasilkan adalah baru,
kita tidak mendengarnya atau membicarakannya sebelumnya.
Kita tidak mempelajari bahasa di dalam suatu ”ruang hampa
sosial” (social vacuum). Kebanyakan
anak-anak diajari bahasa sejak usia yang sangat muda. Kita memerlukan
pengenalan kepada bahasa yang lebih dini untuk memperoleh keterampilan bahasa
yang baik (Adamson,1992; Schegloff,1989). Dewasa ini, kebanyakan peneliti
penguasaan bahasa yakin bahwa anak-anak dari berbagai konteks sosial yang luas
menguasai bahasa ibu mereka tanpa diajarkan secara khusus dan dalam beberapa
kasus tanpa penguatan yang jelas ( Rice,1993).
Dengan demikian aspek yang penting dalam mempelajari suatu
bahasa tampaknya tidaklah banyak. Walaupun begitu, proses pembelajaran bahasa
biasanya memerlukan lebih banyak dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan
guru. Suatu peran lingkungan yang membangkitkan rasa ingin tahu dalam
penguasaan bahasa pada anak kecil disebut motherese, yakni cara ibu dan
orang dewasa sering berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang
lebih luas dari pada normal, dan dengan kalimat-kalimat yang sederhana.
Bahasa dipahami dalam suatu urutan tertentu. Pada setiap tahap
di dalam tahap perkembangan, interaksi linguistik anak dengan orang tua dan
orang lain pada dasarnya mengikuti suatu prinsip tertentu ( Conti-Ramsden &
Snow, 1991; Maratsos, 1991). Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja
sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di
sekitar anak sejak usia dini jauh lebih penting dibandingkan dengan apa yang
diperkirakan di masa lalu ( Von Tetzchner & Siegel, 1989).
Vygotsky lebih banyak menekankan bahasa dalam perkembangan
kognitif daripada Piaget. Bagi Piaget, bahasa baru tampil ketika anak sudah
mencapai tahap perkembangan yang cukup maju. Pengalaman berbahasa anak
tergantung pada tahap perkembangan kognitif saat itu. Namun, bagi Vygotsky,
bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain. Awalnya,
satu-satunya fungsi bahasa adalah komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang
sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa dan belajar menggunakannya
sebagai alat untuk membantu memecahkan masalah.
Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan
bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari
menyelesaikan masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret,
percakapan batiniah tidak terdengar lagi.
ZONE PERKEMBANGAN PROKSIMAL
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri
beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak
akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak
akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang
lain.
Pada satu sisi, Piaget menjelaskan proses perkembangan kognitif
sejalan dengan kemajuan anak-anak, dan dia menggambarkan bahwa anak-anak
mampu melakukan sesuatu sendiri. Pada sisi lain, Vygotsky mencari pengertian bagaiman
anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi
kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan.
Vygotsky membedakan antara actual
development dan potensial development
pada anak. Actual development
ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang
dewasa atau guru. Sedangkan potensial
development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu,
memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman
sebaya.
Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan
celah antara actual development dan potensial development, dimana antara
apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan
apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau
kerjasama dengan teman sebaya.
Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial
akan dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya
di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk
memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih
terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang
lebih kompleks.
Melalui perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan
bersikap, siswa mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian
mencocokkan dan mendalami kemudian menggunakannya. Sebuah konsekuensi pada
proses ini adalah bahwa siswa belajar untuk pengaturan sendiri (self-regulasi).
Menanggapi pandangan Piaget yang mengatakan terdapat umur yang
dijadikan patokan secara universal seperti umur 0-2 tahun adalah tahapan
pengembangan sensory-motor stage,
tahap perkembangan sensori motor, umur 2 sampai 5 tahun adalah tahapan preoperational stage, umur 7–11 tahun
adalah tahap concrete operation, dan
12 ke atas adalah tahap penguasaan pikiran, Vigostsky mengatakan jangan hanya
terikat pada apa yang dijadikan patokan oleh Piaget apa lagi Piaget mengambil
penelitian di rumah anak yatim piatu yang sesungguhnya meneliti anak yang
pertumbuhannya tidak wajar karena tidak memiliki sanak keluarga kecuali
teman-teman mereka sendiri. Padahal sangat perlu adanya interaksi dengan yang
lain.
Oleh karena itu, Vigostsky mengajukan teori yang dikenal dengan
istilah Zone of Proximal Development (ZPD)
yang merupakan dimensi sosio-kultural yang penting sebagai dimensi psikologis.
ZPD adalah jarak antara tingkat perkembangan actual dengan tingkat perkembangan
potensial. Tingkat perkembangan yang dimaksud terdiri atas empat tahap.
Pertama, more dependence
to others stage, yakni tahapan di mana kinerja anak mendapat banyak bantuan
dari pihak lain seperti teman-teman sebayanya, orang tua, guru, masyarakat,
ahli, dan lain-lain. Dari sinilah muncul model pembelajaran kooperatif atau
kolaboratif dalam mengembangkan kognisi anak secara konstruktif.
Kedua, less dependence
external assistence stage, di mana kinerja anak tidak lagi terlalu banyak
mengharapkan bantuan dari pihak lain, tetapi lebih kepada self assistance, lebih banyak anak membantu dirinya sendiri.
Ketiga, Internalization
and automatization stage, di mana kinerja anak sudah lebih terinternalisasi
secara otomatis. Kasadaran akan pentingnya pengembangan diri dapat muncul
dengan sendirinya tanpa paksaan dan arahan yang lebih besar dari pihak lain.
Walaupun demikian, anak pada tahap ini belum mencapai kematangan yang
sesungguhnya dan masih mencari identitas diri dalam upaya mencapai kapasitas
diri yang matang.
Keempat, De-automatization
stage, di mana kinerjan anak mampu mengeluarkan perasaan dari kalbu, jiwa,
dan emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang, bolak-balik, recursion. Pada tahap ini, keluarlah apa
yang disebut dengan de automatisation sebagai puncak dari kinerja sesungguhnya.
Untuk mendeskripsikan bagaimana anak berkembang dari tahap
kapasitasnya mulai berfungsi hingga masa perkembangan lanjutan, dapat dilihat
sebagai berikut :
Gambar
2 : Tahapan Perkembangan
Vygostsky adalah seorang ilmuan yang menekankan pada pentingnya
memperhatikan konstruksi sosial. Menurut dia, seluruh perkembangan dan prilaku
manusia selalu ada proses kesesuaian antara prilakunya dengan konstruksi
sosial, process of approriation by behavior.
Appropriation berarti kesesuaian prilaku dengan konstruksi
sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu teorinya
dikenal dengan istilah social
constructivist. Sedangkan, Piaget membangun teorinya lebih pada
perkembangan pribadi perorangan, yang oleh kebanyakan ahli memposisikannya pada
teori personal constructivist.
Piaget sangat terkait dengan proses dasar-dasar biologis
manusia. Sedangkan, Vygostsky mengatakan bahwa memang perkembangan kognitif
sangat terkait dengan proses dasar-dasar biologis manusia yang banyak
kemiripannya dengan binatang, tetapi masih ada psikologis tinggi seperti pada
setiap anak lahir dengan membawa rentangan kemampuan, persepsi, dan perhatian
dalam konteks sosial dan pendidikan akan tertransformasikan.
Artinya perubahan itu terjadi kalau anak tersebut dididik dalam
konteks sosial melalui hukum sosial, bahasa, sarana, kebudayaan tertentu yang
dapat menjadikan fungsi psikologis kognisi tinggi. Inilah ciri pandangan
Vygostsky yang mendapat pertentangan yang sangat hebat di Rusia, terutama dari
kaum behavioris yang bernama Ivan Pavlov.
Selanjutnya, Vygostsky juga mengemukakan adanya scaffolded instruction, pembelajaran
yang mengikuti lompatan-lompatan, yang dia bagi ke dalam tiga prinsip utama,
yaitu holistik yang artinya harus bermakna, harus dalam konteks sosial
tertentu, harus memiliki peluang untuk berubah dan terkait antara tingkat yang
satu dengan tingkat berikutnya.
Kalau ketiga hal ini dapat diwujudkan, maka hal itulah yang
disebut dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan timbal balik atau
dikenal dengan istilah Reciprocal
Teaching Approach. Malah anak itu akan memperoleh tantangan yang terkait
dengan aktivitas di luar dari tingkat perkembangannya.
KONSEP SCAFFOLDING
Scaffolding merupakan suatu istilah yang ditemukan oleh seorang ahli
psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni suatu proses
yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan
proksimalnya. Pengaruh karya Vygotsky dan Bruner terhadap dunia pengajaran
dijabarkan oleh Smith et al. (1998) yaitu :
- Walaupun Vygotsky dan Bruner telah mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang dewasa dalam pembelajaran anak-anak daripada peran yang diusulkan Piaget, keduanya tidak mendukung pengajaran didaktis diganti sepenuhnya. Sebaliknya mereka malah menyatakan, walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui ZPD.
- Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak.berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning), kerja kelompok secara kooperatif ( cooperative groupwork) tampaknya mempercepat perkembangan anak.
- Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluasa menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya ( peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran. Foot et al. (1990) menjelaskan keberhasilan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan teori Vygotsky. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.
Komputer juga dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran
dalam berbagai cara. Dari perspektif pengikut Vygotsky-Bruner,
perintah-perintah di layar komputer merupakan scaffolding ( Crook, 1994).
Ketika anak menggunakan perangkat lunak (software)
pendidikan, komputer memberikan bantuan atau petunjuk secara detail seperti
yang diisyaratkan sesuai dengan kedudukan anak yang sedang dalam ZPD. Tak pelak
lagi, beberapa anak di kelas lebih terampil dalam menggunakan komputer sehingga
bisa berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya. Dengan murid-murid yang
bekerja dengan komputer, guru bisa dengan bebas mencurahkan perhatinnya kepada
individu-individu yang memerlukan bantuan dan menyiapkan scaffolding yang
sesuai bagi masing-masing anak.
APLIKASI TEORI VYGOTSKY DALAM PENDIDIKAN
Karya Vygotsky didasarkan pada tiga ide utama: (1) bahwa
intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit
mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2) bahwa interaksi
dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3) peran utama guru
adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran siswa (Nur,
2000b: 10).
Ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan kognitif
(Sugihartono,dkk, 2007:115) adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan
pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.
2. Menyediakan berbagai
alternatif penglaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas yang sama, misalnya
suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara.
3. Mengintegrasikan
pembelajaran dengan situasi yang realistic dan relevan dengan melibatkan
pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep siswa melalui
kenyataan kehidupan sehari-hari.
4. Mengintegrasikan
pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi social, yaitu
terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan
lingkungannya, misalnya interaksi dan kerja sama antara siswa, guru, dan
siswa-siswa.
5. Memanfaatkan berbagai
media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajarn lebih
efektif.
6. Melibatkan siswa secara
emosional dan social sehingga siswa menjadi tertarik dan mau belajar.
Sumbangan psikologi kognitif berakar dari teori-teori yang
menjelaskan bagaimana otak bekerja dan bagaimana individu memperoleh dan
memproses informasi. Pandangan yang ditawarkan Vygotsky dan para ahli psikologi
kognitif yang lebih mutakhir adalah penting dalam memahami
penggunaan-penggunaan strategi belajar karena tiga alasan. Pertama, mereka
menggarisbawahi peran penting pengetahuan awal dalam proses belajar. Dua,
mereka membantu kita memahami pengetahuan dan perbedaan antara berbagai jenis
pengetahuan. Dan tiga, mereka membantu menjelaskan bagaimana pengetahuan
diperoleh manusia dan diproses dalam sistem memori otak.
Para ahli psikologi kognitif menyebut informasi dan pengalaman
yang disimpan dalam memori jangka panjang sebagai pengetahuan awal. Pengetahuan
awal (prior knowledge) merupakan
kumpulan dari pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang
perjalanan hidup mereka, dan apa yang ia bawa kepada suatu pengalaman baru.
Penggunaan pengorganisasian awal (advance organizer) merupakan suatu alat pengajaran yang
direkomendasikan oleh Ausubel (1960) dalam Nur (2000b: 13) untuk mengaitkan
bahan-bahan pembelajaran dengan pengetahuan awal.
Pembelajaran melibatkan perolehan isyarat melalui pengajaran dan informasi dari orang lain.
Pembelajaran melibatkan perolehan isyarat melalui pengajaran dan informasi dari orang lain.
Perkembangan termasuk internalisasi atau penyerapan
isyarat-isyarat sehingga anak-anak dapat berpikir dan memecahkan masalah tanpa
bantuan orang lain. Internalisasi ini disebut pengaturan diri (self regulation).
Langkah pertama dari pengaturan diri dan pemikiran mandiri
adalah mempelajari bahwa segala sesuatu memiliki makna. Langkah kedua dalam
pengembangan struktur-struktur internal dan pengaturan diri adalah latihan.
Siswa berlatih gerak-gerak isyarat yang akan mendatangkan perhatian. Kemudian
langkah terakhir termasuk penggunaan isyarat dan memecahkan masalah tanpa
bantuan orang lain. Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya
yaitu:
1. Menghendaki
setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efekif dalam masng-masing zone of proximal development mereka.
2. Pendekatan Vygotsky dalam
pembelajaran dalam menekankan scaffolding.
Jadi teori belajar vigotsky adalah salah satu teori belajar social sehingga
sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model
pembelajaran kooperatif terjadi interaktif social yaitu interaksi antara siswa
dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep
dan pemecahan masalah.
Pengaruh
karya Vygotsky bersama Burner terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith :
1. Walaupun
Vygotsky dan Burner telah mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang
dewasa dalam pembelajaran anak-anak dari pada peran yang diusulkan Peaget,
keduanya tidak mendukung pengajaran diaktivis diganti sepenuhnya. Sebaliknya
mereka malah menyatakan walaupun anak dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru
harus aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoristis ini
berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru
menyediakan scaffolding bagi anak.
2. Secara khusus Vygotsky
mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh pada
perkembangan kognitif anak. Berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan
individu (individual discovery learning)
kerja kelompok secara kooperatif tampaknya mempercepat perkembangan anak.
3. Gagasan tentang kelompok
kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya, yaitu
seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal didalam pelajaran.
Foot et al, menjelaskan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan
teori vygotsky. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati
ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa dengan
mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.
Komputer juga dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran
dalam berbagai cara. Dalam prespektif pengikut vygotsky - bruner,
perintah-perintah dilayar komputer merupakan scaffolding. Ketika anak
menggunakan perangkat lunak atau software
pendidikan, komputer menggunakan bantuan atau petunjuk scara detail seperti
yang diisyaratkan sesuai kedudukan anak dalam ZPD. Tidak dipungkiri lagi
beberapa anak dikelas lebih terampil dalam menggunakan computer sebagai tutor
bagi teman sebayanya. Dengan murid-murid yang bekerja dengan komputer guru bisa
bebas mencurahkan perhatiannya kepada individu-individu yang memerlukan bantuan
dan menyiapkan scaffolding yang
sesuai bagi masing-masing anak.
Teori pembelajaran Vygossky juga dapat kita gunakan sebagai
salah satu teori di dalam model cooperative learning.
Menurut Suparno (1997), pembelajaran merupakan suatu
per-kembangan pengertian. Dia membedakan adanya dua pe-ngertian pembelajaran
yaitu, yang spontan dan yang ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang
didapati secara terus dan pengalaman siswa didapati dalam kehidupan
seharian. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang diperoleh di sekolah.
Selanjutnya, Suparno (1997) mengatakan kedua-dua konsep itu saling berkaitan
terus menerus. Apa yang dihadapi siswa di sekolah mempengaruhi perkembangan
konsep yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dan sebaliknya.
Sumbangan teori Vigotsky adalah penekanan pada bakat sosio
budaya dalam pembelajaran. Menurutnya, pembelajaran terjadi ketika siswa
bekerja dalam zona perkembangan proksima (zone
of proximal development). Zon perkembangan proksima adalah tingkat
perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada ketika
pembelajaran berlaku?
Astuty (2000) secara terperinci, mengemukakan bahwa yang
dimaksudkan dengan “zon per-kembangan proksima” adalah jarak antara tingkat
per-kembangan sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat
perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan masalah secara mandiri
sedangkan tingkat per-kembangan potensial adalah kemampuan pemecahan masalah di
bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan rakan sebaya yang lebih
mampu. Oleh yang demkian, maka tingkat perkembangan potensial dapat
disalurkan melalui model pembelajaran koperatif. Ide penting lain juga
diturunkan Vygotsky ialah konsep pemenaraan (scaffolding) (Nur 2000), yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada
siswa pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab sekadar yang
mereka mampu. Bantuan tersebut berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan, memberi contoh ataupun
hal-hal lain yang memungkinkan siswa tumbuh kendiri.
Dalam teori Vygotsky dijelaskan bahwa ada hubungan secara
langsung antara domain kognitif dengan sosio budaya. Kualiti berfikir siswa
dibina dan aktivitas sosial siswa di dalam bilik darjah, dikembangkan dalam
bentuk kerjasama antara siswa dengan siswa lainnya yang lebih mampu di bawah
bimbingan orang dewasa dan guru.
Di Indonesia, program penelusuran bakat dan minat yang
dikembangkan oleh beberapa universitas negeri dan swasta adalah salah satu
bagian yang tak terpisahkan dengan pandangan Vygotsky yang melihat umur
bukanlah hal yang sangat prinsipil dalam mengembangkan kreativitas anak.
Di Perguruan tinggi sekelas Institut Teknologi Bandung (ITB) dan
beberapa universitas lainnya, telah mengembangkan program penelusuran bakat dan
minat yang mereka beri nama jalur Penelusuran Minat, Bakat, dan Potensi atau
disingkat (PMPB).
Begitu pentingnya menggali dan mengkonstruksi potensi peserta
didik, mereka memberikan ujian masuk tersendiri yang terpisah dari ujian masuk
mahasiswa pada umumnya.
Program eskalasi dan akselerasi di sekolah dasar seperti yang
banyak dikembangkan dan dibicarakan sehubungan dengan keinginan untuk menggali
potensi anak berbakat merupakan kontribusi Vygotsky dalam mengembangkan
pendidikan.
Eskalasi mengandung pengertian penanjakan kehidupan mental,
sedangkan akselerasi, acceletion,
secara singkat diterjemahkan percepatan (Semiawan, 2002). Lebih jauh, Semiawan
(1997) membagi pengertian akselerasi ke dalam dua bagian. Pertama, akselerasi
sebagai model pelayanan pembelajaran. Kedua, akselerasi kurikulum atau
akselerasi program.
Pengertian yang pertama dapat dijalankan dengan memberikan kesempatan
yang sebesar-besarnya kepada anak berbakat untuk melompat ke tingkat yang lebih
tinggi. Misalnya, seorang anak kelas II SD memiliki kemampuan lebih tinggi pada
mata pelajaran matematika.
Setelah diberikan tes kemampuan ternyata anak itu memiliki kemampuan
yang sama dengan kemampuan anak yang berada di kelas III SD, maka anak tersebut
diberi kesempatan untuk duduk di kelas III SD khusus untuk mata pelajaran
matematika dan tetap berada di kelas II SD untuk mata pelajaran lainnya.
Sedangkan pengertian yang kedua dapat dijalankan dengan melakukan peringkasan
program.
Misalnya, program yang sebenarnya ditempuh dalam waktu empat
bulan dapat dipercepat menjadi satu bulan tanpa mengubah kualitas isi yang
diberikan. Di sisi lain, program eskalasi dapat dijalankan dengan memberikan
pengayaan materi yang memperhatikan fleksibilitas dan keterampilan berpikir
kritis dan kreatif.
Seperti dalam program akselerasi, program pengayaan dapat
dilakukan secara horizontal dan vertikal. Pengayaan horizontal mengandung pengertian
kesejajaran tingkat pengayaan yang diberikan kepada kelas yang sama, sedangkan
pengayaan vertikal dapat dijalankan dengan memberikan pengayaan pada kelas yang
lebih tinggi.
Masih menurut Vygotsky, dengan melibatkan anak berdiskusi dan
berfikir (reasoning) dalam mempelajari segala kejadian, akan mendorong anak
untuk merefleksikan apa yang telah dikatakan atau diperbuatnya. Hal ini dapat
menjadi “inner speech” atau “inner dialogue”, dialog dengan dirinya sendiri.
Ini proses awal bagi anak untuk mengetahui tentang dirinya sendiri.
Selanjutnya, dikemudian hari ia akan mampu mengevaluasi diri,
menganalisis kekurangan serta kekuatan yang dimilikinya. Dengan terbiasa
melibatkan anak diskusi, akan membantu anak untuk bisa berfikir pada tahapan
yang lebih tinggi atau meta-cognition. Proses seperti ini dapat membuatnya
menjadi manusia spiritual, yaitu manusia yang tahu siapa dirinya, dan mempunyai
kesadaran bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat, komunitas dan alam
semesta.
DAFTAR PUSTAKA
Rita E.I.,dkk.
2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta : UNY Press.
Sugihartono,dkk.
2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.
http://www.wikipedia.org/vygotsky.html diakses tanggal 18 Oktober 2010
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/Teori-Vygotsky diakses tanggal 20 Oktober 2010
http://www.al-azhar.ac.id/konsep-vygotsky.html diakses tanggal 22
Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar